Antara Peningkatan Kualitas Guru atau Pergantian Kurikulum, Mana yang Lebih Penting?

Pendidikan16 Dilihat

Jakarta – Direktur Eksekutif Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), Nisa Felicia Faridz jelaskan pentingnya kualitas guru dan kurikulum sebagai langkah untuk tingkatkan rasa ingin tahu pada peserta didik.
Menurutnya, kini kedua hal tersebut tak bisa saling didahului satu sama lain. Keduanya memiliki arti yang sama pentingnya dan perlu berjalan berdampingan pada pendidikan Indonesia.

“Dua-duanya sama penting dan perlu berjalan bersama. Karena kurikulum adalah alat bantu untuk guru mengajar dan bila sebagus-bagusnya alat bantu kalau digunakan oleh orang yang tidak kompeten juga gak akan terjadi apa-apa,” ujarnya dalam acara Policy Dialogue bersama endgame live on stage di Perpustakaan Nasional RI, Jalan Medan Merdeka No 11, Jakarta, Rabu (13/12/2023).

Pendidikan Indonesia Perlu Waktu
Lebih lanjut, Nisa menjelaskan bila pendidikan Indonesia tak perlu lagi memperdebatkan mana yang lebih penting antara merubah kurikulum atau meningkatkan kualitas guru. Terutama dalam meningkatkan kompetensi peserta didik termasuk menimbulkan rasa ingin tahu yang tinggi.

Menurutnya, satu hal yang penting dan perlu diperhatikan, soal pemangku kebijakan pendidikan Indonesia hanyalah waktu.

“Kalau ditanya apa sih yang kemudian jadi masalah dalam kebijakan pendidikan kita? Waktu,” ujarnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa ketika kurikulum kembali diubah, guru tidak serta-merta melaksanakannya di sekolah esok hari.

Bahkan sebuah data menunjukkan bila guru butuh waktu tujuh tahun untuk bisa terampil menggunakan kurikulum dan perlu dipelajari setiap hari.

“Jadi, kalau cuman sekali pelatihan, BIMTEK, dan kemudian ditinggal ya tidak akan terampil gurunya selama tujuh tahun,” tambahnya.

Nisa menyayangkan bila pendidikan Indonesia masih kerap kali melaksanakan perubahan kurikulum. Hal ini dinilai tidak memberikan kesempatan bagi guru untuk belajar.

Budaya Penasaran
Soal budaya penasaran yang tak dimiliki anak Indonesia, Nisa dengan tegas lantaran peserta didik tidak memiliki rasa percaya diri.

“Semuanya top down dan kebijakan itu tidak didasari rasa percaya,” tegasnya.

Namun, Nisa menyampaikan melalui Kurikulum Merdeka hal ini mulai diputar. Pendekatan belajar dicoba dengan berbagai cara baru.

Melalui hal tersebut, pendidikan masa depan diharapkan memiliki dasar percaya antara guru dan murid. Ke depannya, murid bebas mengutarakan pendapatnya di ruang yang aman.

“Jadi yang tadinya guru itu diarahkan sangat detail oleh kebijakan, kini guru berubah dan memberikan keleluasan bukan hanya bagi murid tapi bagi dirinya. Dari yang tidak percaya dan merasa bahwa guru tidak mampu, kini mulai berubah jadi percaya bila guru adalah instructional leader dalam kelas sehingga menciptakan rasa aman bagi siswa untuk penasaran serta berpendapat,” ujarnya.

begitu, Nisa lagi-lagi menekankan bila perubahan menjadi lebih baik memerlukan waktu. Terlebih dengan bergantinya pemimpin pada tahun mendatang, ia berharap perubahan kurikulum juga tidak dilakukan dengan cepat.

“Perubahan ini pasti perlu waktu, jadi harapan kami juga jangan cepat-cepat ada perubahan kurikulum lagi,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *